
Dan ketika badan terasa sakit
tak berdaya
tak mau apa-apa
dia yang ku kenal membuka daun pintu kulkas
Dan ketika di dalamnya tak terlihat sebatang pun cabai di sana
maka berkatalah dia
"Oh...pantas mami sakit...cabai di kulkas telah habis..
Tiada sempatkah mami membelinya barang sebatang aja di pasar? sehingga tertunda barang sejenak sakitnya?"
Dan ketika pikiran sedang sejahtera
bersua bersama keluarga tercinta
diskusi tukar menukar cerita
atau main tebak-tebakan
Dan berkatalah dia
"Hayo....pulau apa yang paling disukai mami...?"
semua saling mengkerutkan kening masing-masing
dan yang dibuat tebakan pun tidak merasa apa-apa
kalau dirinya sedang menjadi objek teka tekinya
Sejenak pikiran mulai bekerja
tak seorang pun menemukan jawaban yang pas
dan akhirnya semua menyerah tak mampu menjawab
maka berkatalah dia
"Pulau Lombok....."
Maka tawa pun memenuhi seluruh sudut-sudut ruang
Dan ketika saya menyadarinya
betapa saya tak kan pernah bisa tanpa memakannya
barang sehari sahaja
Saya menjadi ingat ketika saya akan pergi
meninggalkan orang tua dan adik-adik saya
pergi tuk ikut belahan jiwa ke tanah terjanji
apa yang mereka rindukan
adalah bunyi ulegan yang menggerus beberapa cabai di dapur
karena yang hobi membunyikan
telah pergi menempuh hidup barunya
Dan saya pun ingat
ketika Ibu saya bercerita tentang anak kecilnya
yang ketika itu masih berusia 4 tahun
telah ikut-ikutan menikmati sambal pedas ibunya
dan dengan muka berkeringat si Gadis kecilnya minta terus dan minta terus
seperti kecanduan
tak peduli betapa pedas dan menguras keringat di seluruh wajahnya
Sungguh
dan entahlah
begini pula
hidup saya telah bergantung kepadanya...
Labels: Sungguh-sungguh terjadi: Ketergantungan pada sebuah cabai.